Kisah Misteri: Mengobati Hantu Sakit




Sebagai bidan desa hamper setiap hari Rosa memberikan pertolongan kepada masyarakat setempat, baik menolong ibu-ibu yang akan melahirkan,maupun memberikan pengobatan medis terhadap warga masyarakat yang memerlukan bantuannya.

Memang, di antara sekian jumlah bidan yang ada di desanya,Rosa termasuk bidan bertangan dingin dan berhati lembut. Karena itulah dia bukan saja terkenal dengan julukan "Si Tangan Salju”di kampungnya, akan tetapi juga populer dikampung lain dengan sebutan tersebut.

Apalagi Rosa tidak pernah memasang tariff berlebihan, terutama terhadap orang yang dinilainya kurang mampu.

Pada suatu malam, kebetulan malam Jum’at Kliwon, hujan baru saja reda ketika jarum jam menunjukkan pukul 01.00 tengah malam. Rosa terbangun karena mendengar suara pintu diketuk dari luar,disusul suara orang yang memberi salam,

”Assalammu ’alaikum. .. ”

”ini pasti ada tetangga yang mau minta tolong,” pikirnya. Setelah merapikan pakaiannya, Rosa pun membangunkan suaminya, kemudian menuju pintu seraya menyambut salam tersebut, ”Wa’alaikum salam...!”

Ketika pintu dibuka, ternyata dihadapannya ada seorang laki-Iaki memakai jaket hitam bertubuh sedang. Dari raut wajahnya, dia kelihatan sangat cemas. Walaupun Rosa dan suaminya, Siswoyo, tidak mengenal pria itu, namun mereka menyapa dengan ramah dan mempersilahkannya masuk.

”Silahkan masuk, Pak, Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Rosa, penuh keramahan.

”Saya dari kampung Sukamaju. Mau minta tolong, Bu Bidan. lsteri saya sedang sakit dan butuh perawatan dengan segera,” ujar pria itu.

Rosa menoleh ke suaminya. Tanpa curiga, Siswoyo mengangguk, tanda mengizinkan isterinya untuk menolong isteri lelaki itu.

”Baiklah, tapi sebentar saya siapkan peralatan dulu ya, Pak!" Jawab Rosa, kemudian. Dia pun segera berlalu untuk mengambil alat-alat medis.

”Duduklah dulu, Pak!" Siswoyo mempersilahkan tamunya untuk duduk.

”Terima kasih, Pak! Biarlah saya di sini menunggu lbu Bidan!” Ujar sang tamu,takzim.

Tak lama kemudian Rosa sudah siap dengan peralatannya. Meski udara malam semakin menusuk sumsum, namun Rosa tak peduli. Dia berangkat bersama pria yang menjemputnya.

Suaminya, terpaksa tidak dapat ikut karena harus menjaga rumah. Maklum,mereka memang tinggal berdua di rumah dinas yang sederhana itu.

Malam itu udara cukup lembab dan dingin. Suasana sunyi mencekam, Rosa dibonceng pria dengan sepeda motor Honda Astrea. Kendaraan roda dua itu meluncur kencang menuju Kampung Sukamaju, tidak jauh dari Kampung Sipule-pule, tempat Rosa tinggal.

Sekilas, Bidan desa ini merasa heran,m engapa? Karena walaupunjalan itu berbatu namun tak terasa berbatu, bahkan dia merasa sepeda motor yang dinaikinya bagaikan meluncur di jalan beraspal mulus.

Meski merasa sedikit aneh, namun Rosa tetap bersikap tenang. Sampai kira-kira 15 menit di perjalanan,mereka tiba disebuah rumah terpencil yang gelap, tak terlihat tanda-tanda ada rumah lain di dekatnya.

Pria setengah baya itu menghentikan kendaraannya. Dari sorot lampu sepeda motor, samar-samar Rosa melihat rumah tinggi berdinding kulit kayu dan atap rumbia. Rosa sempat memandang sekelilingnya.

Gelap gulita tak ada Iistrik atau lampu biasa. Hanya kunang-kunang yang terbang berkelip. Untuk mencapai pintu rumah kayu yang aneh itu dia melihat harus menaiki tangga kayu yang cukup tinggi.

"Silahkan naik, Bu! Ya, beginilah keadaan rumah kami,” ujar pria itu sambal menaiki tangga. Rosa mengikutinya dengan hati-hati. Satu, dua, tiga, dia menghitung anak tangga itu, yang ternyata kesemuanya berjumlah 12 anak tangga.

Di rumah aneh tanpa kamar dan jendela itu hanya diterangi sebuah lampu minyak tanah terbuat dari kaleng bekas cat. Udara dingin dan remang-remang dalam ruangan itu menambah suasana semakin mencekam.

Walaupun bulu kuduk Rosa mulai berdiri,namun dia masih bersikap tenang menyembunyikan perasaan takutnya.Seorang wanita paruh baya tergeletak lemas di sudut ruangan, tanpa tilam dan bantal.

Wajahnya terlihat pucat terkena sinar lampu minyak yang kadang-kadang nyaris padam ditiup angin yang berhembus dari celah-celah dinding yang terbuat dari kulit kayu.

Wanita yang bertangan salju itu mengeluarkan peralatan medisnya, lalu dia memeriksa tekanan darah wanita itu. Namun dia sempat terperangah karena alat tensi menunjukkan tekanan darah wanita itu berada pada angka 20.

"Pak, tekanan darah ibu ini sangat rendah,” ujarnya kepada pria yang sejak tadi duduk di samping isterinya dengan wajah cukup tenang. ”Ibu ini harus dibawa ke rumah sakit, Pak!" Tambah Rosa dengan nada cemas.

Sambil menggelengkan kepala, pria itu berkata, "Ah, tak usahlah, ibu saja yang mengobatinya!” Jawab si pria.

Rosa tak berani memaksa, apalagi melihat keadaan mereka yang sangat memprihatinkan. Dia sempat berpikir,mengapa pihak pemerintah desa tidak tanggap terhadap warganya yang hidup  jauh di bawah garis kemiskinan, padahal ada program bantuan kesehatan terhadap warga pra sejahtera.

Dalam kebingungan bercampur cemas, Rosa meminta agar wanita itu memakan pil, lalu menyuntik wanita itu pada bagian lengan kirinya. Akan tetapi, Rosa semakin heran karéna dia seperti menancapkan jarum suntik pada sehelai kain.

Ya, tangan wanita itu hanya seperti tulang dibalut kulit tanpa daging. Rosa cepat cepat rnencabut jarum suntikannya. Dia sangat terkejut ketika melihat tiba-tiba wanita itu bangun lalu berdiri dan berjalan menuju pintu dapur seolah-olah dia tidak sedang dalam keadaan sakit.

Sambil berkemas, Rosa sempat melirik ke wajah wanita yang barusan ditolongnya. Jantungnya berdebar terus ketika samar-samar dia melihat sepasang gigi taring menyelip di balik bibir wanita tersebut. Bulu roma Rosa berdiri meremang.

Akhirnya, dia buru-buru pamit dan meminta pria itu mengantarnya pulang walaupun pil dan biaya suntikannya belum dibayar.

"Pak, tampaknya isteri Bapak ini sudah sembuh, tolong saya diantar pulang,” ajaknya. Laki-laki itu mengangguk tanpa berkata sepatah kata pun.

Karena rasa takut yang nyaris sempurna menjalari relung hatinya, maka Rosa tak sempat lagi berpamitan kepada wanita itu. Dia segera menuju pintu dan bersiap akan menuruni anak tangga.

Namun tiba-tiba pria yang akan mengantarnya pulang malah memegang tangannya. Hal ini membuat Rosa terperanjat, dan nyaris saja jatuh.

Perasaan takut semakin menghantui dirinya. Namun belum habis rasa takutnya, dan entah kapan dia menuruni 12 anak tangga itu, tiba—tiba dia baru sadar kalau ternyata dirinya sudah berada di halaman rumah, bahkan sudah duduk di boncengan sepeda motor pria yang akan mengantarnya pulang.

Rosa diam terpaku di boncengan pria yang mengendarai sepeda motor itu. Udara dingin bercampur rasa takut membuat wajah Rosa pucat  seakan takberdarah. Sepeda motor melaju dengan kecepatan tinggi di atas jalan berbatu, namun perjalanan tak ubahnya seperti di jalan beraspal yang mulus.

Sayup-sayup terdengar kokok ayam disudut kampung bersahut-sahutan. Rosa tak sabar ingin cepat sampai di rumah. Tiba-tiba, sekitar jarak 200 meter sebelum sampai ke rumahnya, pria itu menghentikan kendaraannya.

"Bu, sampai disini saja, ya!” Ujar pria itu membuat Rosa merasa gusar bercampur takut.

”Lho, rumahku itu di depan sana,Pak.Tidak berapa jauh lagi kok," jawab Rosa.

“Ah, tak bisa, cukup sampai di sini saja,saya harus segera kembali, Bu Bidan!”Jawab pria itu setengah memaksa.

Dengan perasaan dongkol dan kesal bercampur takut, Rosa terpaksa harus berjalan menuju rumahnya. Namun belum sempat melangkahkan kakinya dan ketika dia menoleh kebelakang, ternyata pria itu dan sepeda motornya sudah tak ada Iagi,padahal Rosa tak mendengar suara sepeda motor pria tadi.

Rosa segera berlari menuju rumah yang jaraknya Iumayan jauh itu. Dengan nafas tersengal-sengal dia tiba di rumahnya dan Iangsung menggedor-gedor pintu. Waktu ketika menunjukkan pukul 03.30 pagi.

Siswoyo membuka pintu dan terperanjat melihat keadaan isterinya ketika masuk ke rumah dalam keadaan ketakutan dan terkulai Iernas di hadapannya. Dia memapah isterinya ke ruang tamu, dan didudukkan dikursi.

Siswoyo mengambilkan air minum untuk isterinya. Setelah meminum air dingin, Rosa merasa agak tenang, lalu menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya.Siswoyo terpana mendengar kisah mencekam yang dialami isterinya itu.

Gema ayat-ayat suci Al-Qur'an begitu merdu terdengar dari masjid besar dikampung itu, menandakan azan Subuh sudah akan dikumandangkan. Kokok ayam  bersahut-sahutan menyongsongfajar pagi di ufuk tirnur. Rosa tertidur di pangkuan suaminya.

Karena penasaran ingin mengetahui dengan jelas rumah lelaki itu, keesokan harinya selepas Dzuhur, Siswoyo mengajak isterinya melacak tempat tinggal orang misterius yang baru saja di tolongnya malam itu.

 ”Kau masih ingatjalannya, Ros?” Tanya Siswoyo.

”Ingat, Bang!” Jawab Rosa mantap.

”KaIau begitu kita berangkat sekarang! " Ajak sang suami.

Rosa diboncengi suaminya menuju Kampung Sukamaju yang tak seberapa jauh dari kampung tempat tinggal mereka. Setibanya di Kampung Sukamaju, mereka berhenti di sebuah warung sederhana milik Pak Gatot, tokoh masyarakat daerah itu.

“Lho, Nak Sis, tumben mampir kewarung saya?" Ujar orang tua berambut putih itu kepada Siswoyo.

”lya, ini ada yang ingin kami lihat dan kebetulan jumpa Bapak, sekalian kami ingin menanyakan sesuatu, Pak!" Jawabnya.

Rosa menyela pembicaraan dan Iangsung menjelaskan maksud dan tujuan mereka. Orang tua yang dipanggil Pak Gatot mendengarkan sambil mengangguk angguk. Pelayan warung menyuguhkan the manis dan kue jumput jumput, makanan khas di kampung itu.

Sambil menghisap rokok, Pak Gatot menerangkan apa sebenarnya di balik peristiwa yang dialami Rosa.

”Secara ilmiah, di kampung sini tidak ada penduduk yang rumahnya bertangga,jadi percuma saja Nak Sis mencarinya,” demikian Pak Gatot memulai ceritanya.

”Jadi rumah dan penghuninya seperti yang telah saya tolong itu siapa dan dimana, Pak?” Tanya Rosa, bingung. Siswoyo mendengarkan dengan penuh tanda tanya.

”Mereka adalah makhluk penghuni Randu Alas di dekat kuburan di kampong ini. Jika kalian mau melihat kenyataannya, sekarang boleh saya antar ke sana, tapi melalui upacara khusus,” jawab Pak Gatot.

Karena penasaran, mereka minta tolong kepada Pak Gatot untuk membuktikannya.

 "Ya, kami ingin melihatnya, Pak! "Ujar Rosa.

Setelah menyiapkan sesaji, sore harinya Pak Gatot dan Siswoyo bersama Rosa berangkat dengan berjalan kaki menuju Randu Alas di dekat kuburan yang tidak seberapa jauh letaknya dari rumah orang tua itu.

Tak ada rumah tinggi bertangga di sekitar itu seperti pernah didatangi Rosa.Di tengah semak belukar dekat kuburan, Rosa dan suaminya hanya melihat sebatang pohon randu tua berusia sekitar 100 tahun.

Di dekat pohon ada sebuah batu ceper berbentuk seperti altar, dibalut semak belukar. Setelah membersihkan semak belukar yang membalut batu altar dan sekitarnya agar sekedar dapat dijadikan sebagai tempat mereka duduk, Pak Gatot membentangkan tikar pandan.

Dia meletakkan dupa dan sesaji di atas batu altar berdiameter 70 Cm. Pak Gatot memberi isyarat kepada Siswoyo dan Rosa agar duduk bersila tanpa berkata-kata, sementara dia membakar kemenyan pada dupa yang sudah disiapkan.

Bibirnya komat-kamit membaca mantra, sambil memegang ayam putih dan diasapi dupa yang mengepul menebar aroma kemeyan menambah suasana menjadi sakral.

Tak jelas mantra apa yang keluar dari mulut Pak Gatot, akan tetapi Siswoyo dan Rosa merasa ada getaran gaib di tempat itu. Ketika ayam putih dilepaskan, suami isteri yang duduk di belakang Pak Gatot sangat jelas, tiba-tiba melihat ayam tersebut tiba tiba hilang raib seperti ditelan pohon randu alas yang sangar itu.

Selanjutnya Pak Gatot mengoleskan minyak duyung ke kening Siswoyo dan Rosa, kemudian memercikkan ke arah pohon Randu iiu. Tak lama kemudian, pohon Randu Alas dan hutan belukar disekitarnya hilang dari pandangan mereka.

Lalu, mereka berdua melihat beberapa rumah beratapkan nipah berdinding kayu,satu di antaranya rumah panggung memakai tangga. Seorang wanita cantic sedang duduk dibendul pintu dengan kaki menjurai ke anak tangga.

Rosa terperanjat dan berbisik kepada suaminya, ”lnilah rumah orang yang kubilang kemarin, Bang. Ya, itu perempuan yang kusuntik. Aku tak lupa wajahnya."

Tak lama kemudian seorang lelaki setengah baya datang membawa seekor ayam putih mendatangi Pak Gatot. Tak jelas apa yang diblcarakannya, namun Rosa melihat lelaki itu memberikan sesuatu terbungkus dalam kain berwarna putih yang sudah kumal.

Pak Gatot menerima bungkusan itu sambil mengangguk, lalu lelaki itu masuk ke rumah diikuti perempuan yang duduk dibendul pintu tadi. Rosa melihat Pak Gatot memercikan minyak duyung ke arah rumah, kemudian mengoleskannya ke kening Siswoyo dan Rosa.

Ketika itu juga, suasana kembali seperti semula, semak belukar dan pohon Randu Alas. Pak Gatot pun berdiri lalu mengajak mereka kembali.

Setibanya di rumahnya, Pak Gatot menyerahkan bungkusan yang diterimanya dari lelaki tadi kepada Rosa,dan berpesan agar bungkusan itu baru boleh dibuka ketika mereka telah tiba di rumahnya.

Setibanya di rumah, Rosa sangat terkejut ketika membuka bungkusan tersebut ternyata berisi 20 lembar uang kertas ratusan ribu, sehingga berjumlah 2 juta rupiah. Karena kurang percaya, apakah uang itu asli atau palsu, Siswoyo ke kedai sebelah membeli sebungkus rokok.

Baca Juga => Kisah bercinta dengan hantu wanita cantik, padahal

Ternyata uang tersebut asil. Karena merasa gembira, mereka menggunakan sebagian uang itu dengan mengadakan kenduri selamatan dan memberi makan anak yatim.

”Mungkin inilah imbalan karena mengobati perempuan gaib kemarin. Ternyata ada juga demit yang berpikiran baik dan mengingat jasa orang lain," ujar Siswoyo

sambil geleng geleng kepala. Aneh, memang Tapi itulah kisah nyata misteri yang dialami oleh Bidan Rosa. Sumber: Misteri

0 Comments:

Post a Comment